Hypertensi Heart Disease (HHD)
Definisi
            Hipertensi Heart Disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung (Anonim 2009).

Etiologi                                                             
            Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung,  dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi pada sekitar 7 dari 1000 orang (Anonim 2010).
Patofisiologi
            Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi karena gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard (Zulkipli,2011).


Anemia dan DM dengan komplikasi HHD
            Os menderita anemia karena kurangnya asupan pangan hewani yang banyak mengandung zat besi, seperti daging. Pangan hewani banyak mengandung bentuk Fe yang mudah diserap tubuh.
Penyakit diabetes mellitus ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Hal ini menyebabkan darah menjadi lebih pekat dan aliran darah menjadi lebih lambat sehingga ketika masuk ke jantung, ventrikel kiri jantung harus bekerja lebih keras (mengkompensasi) untuk mempertahankan sirkulasi darah tetap normal melalui pembesaran dan peningkatan denyut nadi.
            Dalam keadaan tidak terkompensasi (decompensatio cordis), sirkulasi darah yang tidak normal menyebabkan sesak nafas (dyspnea), rasa lelah, dan sakit di daerah ginjal, hati, otak, serta tekanan darah yang berakibat terjadinya resorpsi natrium. Aliran darah yang tidak mencukupi ke ginjal akan menyebabkan sekresi hormon aldosteron dan antidiuretik yang berfungsi menghemat cairan. Hormon antiduretik meningkatkan penyimpanan air di distal tubulus ginjal. Aldosteron meningkatkan resorpsi natrium. Hal ini akhirnya akan menimbulkan oedema karena natrium bersifat mengikat cairan ekstrasel, tapi karena terlalu banyak natrium dan kalium sedikit maka tidak semua bisa masuk ke dalam intraseluler dan terakumulasi dalam jaringan. Tekanan darah akan meningkat ketika terjadi DC karena tidak terjadi pembesaran nadi sedangkan darah pekat akan gula. Selain itu natrium yang tinggi akan meningkatkan kontraksi otot jantung, sehingga tekanan darah akan meningkat. Hal ini akhirnya akan menyebabkan HHD.

Diabetes Melitus dan Tuberculosis
Diabetes Melitus. Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau monosakarida, dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang telah dicerna akan diabsorbsi terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal. Sesudah diabsorbsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya kembali lagi ke kadar semula. Gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat disebut diabetes melitus (Price & Wilson 2006). Menurut Corwin (2009), Diabetes melitus  adalah penyakit adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan keadaan absolut insulin atau penurunan relatif sensitivitas sel terhadap insulin.
Klasifikasi Diabetes.  Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentasi klinis, umur awitan dan riwayat penyakit. Klasifikasi yang diperkenalkan oleh American Diabetes Association (ADA) dan disahkan oleh World Health Organization (WHO) untuk digunakan oleh seluruh dunia. empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa: (1) Diabetes melitus tipe 1, (2) Diabetes melitus tipe 2, (3) Diabetes melitus gestasional, (4) Diabetes melitus tipe khusus lain (Price & Wilson 2006).
            Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai juvenilleonset dan dependen terhadap insulin. Diabetes tipe 1 dapat dibagi ke dalam dua subtipe yaitu akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta pankreas dan idiopatik, tanpa ada bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Menurut Corwin (2009), diabetes tipe 1 ini terjadi akibat destruksi autoimun sel-sel beta pulau Langerhans. Individu yang memiliki kecenderungan genetik penyakit ini tampakanya menerima faktor pemicu dari lingkungan yang menginisiasi proses autoimun. Diabetes tipe 2 sering dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan nondependen insulin. Menurut Corwin (2009), hiperglikemia disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin disebut diabetes melitus tipe 2 Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan.
Etiologi Diabetes Melitus. Etiologi dari diabetes melitus memang beranekaragam, namun pada akhirnya mengarah pada insufisiensi insulin. Determinan genetik merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting pada penderita diabetes. Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin (Price & Wilson 2006). Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus dengan memproduksi autoantibodi terhadap sel-sel beta yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis terjadi apabila 90% sel-sel beta telah rusak.
            Pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Resiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin dan kerja insulin. Terdapat kelainan dalam proses pengikatan insulin dengan reseptor sehingga terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan ini yang menyebabkan gangguan pada kerja insulin. (Price & Wilson 2006).
Tuberkulosis (TB). Tuberkulosis merupakan contoh lain infeksi saluran pernapasan bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti dari susu yang tercemar akibat tidak melalui proses pasteurisasi atau terkadang melalui lesi kulit (Corwin 2009).
            Menurut Price dan Wilson (2006), kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat berupa organisme patogen maupun saprofit. Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. TB merupakan penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel.
Gejala Penyakit TB.  Gejala penyakit TB digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru
Gejala umum (Sistemik) antara lain (1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul, (2) Penurunan nafsu makan dan berat badan, (3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), (4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus (Khas) antara lain (1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak., (2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada, (3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah, (4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Faktor Resiko. Orang yang paling beresiko terpapar dengan basil adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain tunawisma yang tinggal di tempat penampungan, tenaga kesehatan yang merawat pasien TB , seseorang yang berusia balita dan anak-anak, seseorang yang sistem imunitasnya lemah, terutama yang menderita HIV (Corwin 2009).


DAFTAR PUSTAKA


Corwin E. J. 2009 Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Alih Bahasa Nikhe Budhi Subekti, editor Egi Komara Yudha. Jakarta : EGC.

Price AS. 1997. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Price S. A., Wilson L. M. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Alih bahasa, Braham U et al. Editor edisi bahasa Indonesia, Huriawan Hartanto et al. Jakarta : EGC

Zulkifli A,  Asril B, 2011. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.  Jakarta: UI Press.